MENGHADANG BADAI KEHIDUPAN Autobiografi Eka Putra Zakran: Anak Asongan Jadi Advokat Kawakan

+ Free Shipping

MENGHADANG BADAI KEHIDUPAN

Autobiografi Eka Putra Zakran: Anak Asongan Jadi Advokat Kawakan

Penulis;

EKA PUTRA ZAKRAN, S.H., M.H

Jumlah halaman; 524

Ukuran Buku: Unesco (15,5×23)

Versi Cetak: tersedia

Versi E-boo; Tersedia

Berat; 0 Kg

Harga; Rp; 255.000

 

ecara hakikat dasar (an sich), saya tak mungkin akan mampu memastikan berapa persisnya usia saya saat peristiwa naas yang akan dikemukakan ini terjadi. Namun yang pasti, peristiwa naas dan bersejarah itu terjadi saya belum masuk di Sekolah Dasar (SD). Karena, salah satu syarat untuk masuk di SD Negeri Nomor 25 Kampung Mesjid, setiap anak wajib berusia minimal 7 Tahun. Apabila kurang dari 7 Tahun, masa akan di tolak oleh pihak sekolah. Selain itu, adanya tes ukuran panjang tangan juga menjadi sarat penentu, baik itu tangan kanan ataupun kiri harus sampai menyentuh atau meraih daun telinga dari arah belakang kepala. Artinya, bila tangan kanan atau kiri dapat menyentuh daun telinga, secara otomatis anak yang telah berusia 7 Tahun pasti diperbolehkan masuk di kelas 1 (satu).

Sebaliknya, bila tangan tak sampai menyentuh daun telinga, maka seorang anak harus bersabar menunggu jadwal pendaftaran pada Tahun-Tahun berikutnya. Hal in sangat berbeda dengan kondisi sekarang. Kondisi ini jelas berbeda dengan keadaan sekarang. Sekarang anak usia 6 Tahun boleh atau dapat diterima masuk SD, akan tetapi biasanya harus terlebih dulu ikut Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) atau Sekolah Taman Kanak-Kanak (STK) dan melampirkan Akta Kelahiran, sebagai salah satu dokumen resmi (bukti autentik), yang diberikan oleh negara kepada setiap anak yang lahir ke dunia sejak dini. Oleh karena, peristiwa naas yang akan saya lukiskan dalam cerita ini, terjadi jauh sebelum saya mendaftar di SDN Nomor 25 Kampung Mesjid, Kecamatan Ranah Batahan, Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat, Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa usia saya saat itu kurang lebih antara 5 (lima) hingga 6 (enam) Tahun atau supaya tak dianggap status saya terlalu kekanak-kanakan, maka usia dalam cerita ini akan dibatasi atau di mulai sejak saya berusia 6 Tahun.

Sebelum masuk ke dalam inti cerita, terlebih dahulu saya mennyampaikan maksud dan tujuan penulisan buku yang berjudul “Menghadang Badai Kehidupan (Autobiogarfi Eka Putra Zakran, Anak Asongan Jadi Advokat Kawakan) adalah semata-mata hanya ingin melukiskan, menghadirkan atau merefleksikan kembali sejumlah peristiwa-peristiwa “pahit getir” (kesulitan dan kesusahan) yang pernah saya alami dalam perjalanan hidup sejak berusia kanak-kanak, yaitu 6 (enam) Tahun, remaja, dewasa hingga saat ini akan memasuki usia 40 Tahun. Artinya, pengalaman-pengalaman hidup tersebut, baik yang terasa pahit maupun manis yang sudah dilalui sejak dari kampung halaman hingga kini menetap dan berdomisili (domicile) di Kota Medan[1], kota yang di kenal

[1] Kota Medan adalah ibu kota Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia, setelah DKI Jakarta dan Surabaya, serta kota terbesar di pulau Jawa. Kota merupakan pintu gerbang wilayah Indonesia bagian barat, dengan keberadaan pelabuhan Belawan dan Bandar Udara Internasional Kuala Namu (KNIA), yang merupakan bandara terbesar kedua di Indonesia. Medan adalah kota pertama di Indonesia yang mengintegarsikan bandara dengan Kereta Api, berbatasan dengan selat Malaka. Medan menjadi kota perdagangan, industri dan bisnis yang sangat penting di Indonesia. Pada Tahun 2022, Kota Medan memiliki penduduk sebanyak 2.494.512 jiwa, dengan kepadatan penduduk 9.413 jiwa/KM. Sejarah Medan berawal dari sebuah kampung yang didirikan oleh Guru Patimpus, dipertemuan Sungai Deli dan Sungai Babura. Hari jadi Kota Medan ditetapkan pada tanggal 1 Juli 1590. Pada Tahun 1632, Medan dijadikan Pusat Pemerintahan Kesultana Deli, sebuah Keraaan Melayu. Selanjutnya, bangsa Eropa mulai menemukan Medan, sejak kedatangan John Anderson dari Ingris pada Tahun 1823. Peradaban di Medan terus berkembang, sehingga pemrintah Hindia Belanda memnberikan ststus kota pada 1 April 1909 dan menjadikan pusat pemerintahan karesidenan Sumatera Timur. Memasuki abad ke-20, Medan menjadi kota yang penting di luar pulau Jawa, terutama setelah perintahan kolonial membuka perusahan perkebunan secara besar-besaran. (https://id.wikipedia.org, diakases tanggal 12 Juni 2024, Pukul 15.42 Wib).

 

Category:

Reviews

There are no reviews yet.

Be the first to review “MENGHADANG BADAI KEHIDUPAN Autobiografi Eka Putra Zakran: Anak Asongan Jadi Advokat Kawakan”

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Shopping Cart