KEPEMIMPINAN, DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI
+ Free Shipping
KEPEMIMPINAN, DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI
Penulis;
Dr. Imam Muhtadin, SE, MM
Jumlah halaman; 125
Ukuran Buku; A5 (14,8×21)
Versi Cetak Tersedia
Versi E-Book: Tersedia
Berat; 0 Kg
Harga: Rp. 85.000
Sejarah rnencatat bahwa yang narnanya lernbaga pangan sudah dikenal jauh sebelurn Republik ini berdiri dirnana Pernerintah Belanda pada tanggal 25 April 1939 secara resrni rnendirikan suatu lernbaga pangan yang bertugas membeli, menjual dan rnenyediakan bahan pangan dengan nama Voerding A1fddefen Fonds (VMF). Pada rnasa pendudukan Jepang, VMF dibekukan dan diganti rnenjadi Senqyobu-Nenyo Kohatsu Kaisha. Lantas pada tahun 1945-1950 terdapat dua organisasi yang rnenangani pangan, yaitu di daerah Republik Indonesia didirikan Jawatan Pengawasan Makanan Rakyat (PMR) dan pada tahun 1947 didirikanlah Kernenterian Persediaan Makanan Rakyat, sernentara di daerah yang rnasih diduduki Belanda, VMF rnasih dihidupkan dengan tugas sarna seperti yang ditetapkan saat pendiriannya. Pada saat kemerdekaan (1950-1952), Pernerintah Republik Indonesia rnendirikan Yayasan Bahan Pangan (Barna) dibawah kewenangan Kernenterian Pertanian. Barna kernudian dirubah menjadi Yayasan Urusan Bahan Makanan (YUBM) dibawah Kementerian Perekonomian dengan tugas melakukan pembelian impor pangan melalui fasilitas kredit Bank Indonesia. Fungsi YUBM lebih banyak berhubungan dengan masalah distribusi/pemerataan pangan dan dalam periode inilah mulai dilaksanakan kebijaksanaan dan usaha stabilisasi harga beras melalui injeksi di pasaran. Dalam waktu yang bersamaan dibentuk pula Yayasan Badan Pembelian Padi (YBPP) yang beroperasi di tingkat provinsi dan diketuai Gubernur dengan tugas melaksanakan pembelian bahan pangan khususnya pada dari dalam negeri melalui fasilitas Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN). Memasuki era 1960-an, dibentuk Dewan Bahan Makanan (DBM) untuk membenahi dualisme kelembagaan pangan. Seiring dengan itu pemerintah membentuk Badan Pelaksana Urusan Pangan yang merupakan peleburan dari YUBM dan YUPP. Tugas lembaga ini adalah mengurus bahan pangan, pengangkutan dan pengolahannya menyimpan dan menyalurkannyasesuai dengan ketentuan Dewan Bahan Makanan. Pada era Orde Baru, penangan pengendalian operasi bahan pangan dilaksanakan oleh Komando Logistik Nasional (Kolognas) tahun 1966 dan belum sempat Kolognas berjalan pada mei 1967 namanya dirubah menjadi Sadan Urusan Logistik (Bulog).[1] Stabilitas harga bahan pangan terutama yang dikelola Bulog masih tetap menjadi tugas utama di era 1980-an. Orientasi Bufferstock bahkan ditunjang dengan dibangunnya gudang-gudang yang tersebar di seluruh Indonesia. Struktur organisasi Bulog diubah sesuai Keppres No. 39/1978 tanggal 6 November 1978 dengan tugas membantu persediaan pangan dalam rangka menjaga kestabilan harga bagi kepentingan petani maupun\konsumen sesuai kebijakan umum Pemerintah. Penyempurnaan organisasi terus dilakukan dan melalui Keppres No. 50/1995 Bulog ditugaskan mengendalikan harga dan mengelola persedian beras, gula, tepung terigu, kedelai, pakan, dan bahan pangan lainnya. Namun seiring dengan perkembangan ekonomi global, tugas pokok Bulog dipersempit melalui Keputusan Presiden No. 45/1997 tanggal 1 November 1997 yaitu hanya mengendalikan harga dan mengelola persediaan beras dan gula. Selang beberapa bulan kemudian, sesuai Letter of lnten (LOI) International Monetary Fund (IMF), maka pada tanggal 15 Januari 1998, Bulog hanya ditugaskan untuk menangani beras saja dan pelaksanaan liberalisasi beras mulai dilaksanakan sesuai Keputusan Presiden No. 19/1998 tanggal 21Januari 1998. Tahun 1993 Bulog sempat dilebur dengan Kementerian Negara Urusan Pangan dan tidak lama kemudian yaitu pada tahun 1995 keluar lagi Keppres yang kembali memisahkan kedua lembaga itu. Terhitung 1 April 1995 status kepegawaian Bulog berubah menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dikarenakan perubahan tugas pokok Bulog yang sebelumnya mengelola dan pengendalikan\Sembilan Bahan Pokok (Sembako) dan sesuai Letter of lnten (LOI) dengan International Monetary Fund (IMF) yang dituangkan dalam Keppres No. 19/1998, dimana Bulog hanya menangani beras saja, maka munculah ide untuk merubah status Bulog menjadi Perusahaan Umum (Perum) dan menurut Widjanarko Puspoyo sejak tahun 1998 Bulog telah dilakukan pengkajian-pengkajian tentang bentuk lembaga yang sesuai untuk Bulog dimasa mendatang. Selain itu ada kajian ahli dari Universitas Indonesia (1999), Arthur Andersen (1999), Bernas Bhd Malaysia (2000) dan Price Water House Coopers (2001).
Reviews
There are no reviews yet.