FATWA PROGRESIF HAJI DAN UMRAH (ANALISIS PEMIKIRAN FIKIH SYEKH ABDUL AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAZ TENTANG MIQAT DAN MINA JADID)
+ Free Shipping
FATWA PROGRESIF HAJI DAN UMRAH (ANALISIS PEMIKIRAN FIKIH SYEKH ABDUL AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAZ TENTANG MIQAT DAN MINA JADID)
Penulis;
Muhammad Ridha DS
Jumlah halaman; 341
Ukuran Buku: A5 (14,8×21)
Versi cetak: Tersedia
Versi E-Book: tersedia
Berat; 0 Kg
Harga; Rp. 155.000
Salah satu aspek kunci dalam hukum Islam adalah fatwa, yaitu pendapat atau interpretasi hukum terhadap isu-isu hukum Islam. Fatwa berfungsi sebagai saran, jawaban, atau pendapat yang diberikan oleh para ulama (fuqaha) untuk mengatasi permasalahan baru yang muncul dalam suatu masyarakat. Meskipun keberadaannya tidak mengikat terhadap mustafti (orang yang mencari fatwa), fatwa memegang posisi penting dalam hukum Islam karena mewakili argumen hukum berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadis. Para sarjana yurisprudensi Islam memperoleh pendapat dari Al-Qur’an dan ajaran Nabi Muhammad untuk membimbing umat Islam ketika situasi-baru muncul. Ini berfungsi sebagai sarana untuk memberikan bimbingan dan memastikan terpenuhinya persyaratan hukum Islam.[1]
Dalam yurisprudensi Islam, fatwa adalah pendapat hukum atau keputusan nasehat tidak mengikat yang diberikan oleh ulama. Pendapat ini diminta oleh individu, pengadilan, organisasi non-pemerintah, bahkan pemerintah. Fatwa-fatwa ini disampaikan oleh mufti atau ulama yang memiliki otoritas untuk itu. Proses penerbitan fatwa memerlukan pertimbangan yang matang terhadap berbagai nalar dan sumber hukum, seperti ijma’ (konsensus), qiyas (penalaran analogis), istihsan (preferensi hukum), masalih mursalat (kepentingan umum), dan sadd adh-dhara’i (menghalangi sarana kejahatan). Hal ini memastikan bahwa fatwa tersebut selaras dengan prinsip-prinsip hukum Islam dan tidak bertentangan dengan preseden hukum yang telah ditetapkan.[2]
Fatwa pada dasarnya bukanlah hukum yang bersifat mengikat, tetapi cenderung sebagai panduan hukum dan moral yang diberikan oleh pemegang otoritas keagamaan. Namun demikian, ia dapat digunakan sebagai referensi oleh suatu negara dalam mengambil keputusan dan memberlakukan aturan atau kebijakan untuk publik. Fatwa akan semakin menemukan relevansinya dalam menjawab persoalan-persoalan kontemporer yang dihadapi oleh umat Islam, mengingat Al-Qur’an dan Hadis terbatas secara kuantitas, sementara persoalan-persoalan yang dihadapi umat Islam terus berkembang seiring perkembangan zaman.
Perkembangan penggunaan fatwa secara lebih luas dan tegas oleh suatu otoritas negara dapat dilihat dari bagaimana pemerintah Arab Saudi, misalnya, menggunakan instrumen fatwa dalam mengatur urusan haji dan umrah yang sejatinya tidak hanya diakses oleh masyarakatnya, tetapi juga oleh umat Islam di seluruh dunia. Dalam menghadapi perkembangan zaman, baik perkembangan yang dipicu oleh internal Arab Saudi sendiri maupun eksternal (masyarakat global), pemerintah Arab Saudi memanfaatkan peran lembaga fatwanya, Lajnah Da`imah li al-Buhuts al-’Ilmiyah wa al-Ifta’ wa al-Da’wah wa al-Irsyad (Komite Riset Ilmiah, Fatwa, Dakwah, dan Bimbingan) yang didirikan semenjak 1931, sebagai basis penyusunan regulasi-regulasi baru terkait haji dan umrah yang harus diikuti oleh umat Islam dari berbagai negara di dunia.
Reviews
There are no reviews yet.