DIALEKTIKA INTELEKTUAL MUSLIM NEO-MODERNIS DALAM RELASI ISLAM DENGAN PANCASILA, DEMOKRASI, DAN CIVIL SOCIETY

+ Free Shipping

DIALEKTIKA INTELEKTUAL MUSLIM NEO-MODERNIS  DALAM RELASI ISLAM DENGAN PANCASILA, DEMOKRASI, DAN CIVIL SOCIETY

 Penulis:

Abdul Rozak

Jumlah Halaman: 363

Ukuran Buku; A5 (14,8×21)

Versi Cetak: Tersedia

Versi Ebook: Tersedia

Berat: 0 Kg

Harga: Rp. 96.000

Pemikiran politik Islam merupakan bahan kajian baru dalam kurikulum di perguruan tinggi di Indonesia  terutama dalam kurikulum Program Studi Ilmu Politik mulai jenjang sarjana sampai doktor dimana sejak awal dekade 1990-an telah menjadi topik dan bahan kajian bahkan menjadi nomenkaltur matakuliah mandiri, Pemikiran politik Islam dalam tradisi khazanah keilmuan Islam tidak terlepas dari upaya pembaruan pemikiran Islam atau ijtihad dalam Islam baik yang dilakukan oleh perseorangan maupun kelembagaan. Akar-akar pembaruan Islam di Indonesia dimulai saat awal abad ke-20 atau menjelang akhir abad ke-19. Namun belakangan, ada yang berpendapat,seperti yang sering ditulis oleh Azra (1994: 17), bahwa pembaruan Islam di Indonesia telah dimulai pada pada abad ke-17. Hal ini tentu saja memberikan impak yang serius terhadap wacana pembaruan, terutama mengenai sejarah intelektual Islam di Indonesia. Jika kita sepakat pembaruan pemikiran Islam muncul pada pendapat pertama, maka sekian data-data sejarah intelektual Islam pada abad sebelumnya hanya menjadi “pengembira” dalam kajian intelektual Islam,

Konsep sistem pemikiran politik Islam adalah konsep politik yang bersifat majemuk, karena sistem pemikiran politik Islam lahir dari pemahaman atau penafsiran seseorang terhadap Al-Qur’an berdasarkan kondisi kesejarahan dan konteks persoalan masyarakat para pemikir politik. Menjadi naif dan tidak masuk akal bila ada pendapat yang mengatakan bahwa Islam yang telah membuat sejarah selama lima belas abad tidak mempunyai sistem politik hasil pemikiran para ahlinya. Di dalam kepustakaan, dapat dijumpai pemikiran politik yang dikembangkan oleh golongan Khawarij, Syi’ah, Muktazilah. Di kalangan Sunni, terdapat juga pemikiran politik, baik di zaman klasik maupun di abad pertengahan tentang proses terbentuknya negara, unsur-unsur dan sendi-sendi negara, eksistensi lembaga pemerintahan, pengangkatan kepala negara, syarat-syarat (menjadi) kepala negara, tujuan dan tugas pemerintahan, pemberhentian kepala negara, sumber kekuasaan, bentuk pemerintahan. Pemikiran politik Islam kontemporer dapat dibaca dalam karya Jamaluddin al-Afghani, Mohammad Abduh, Muhammad Rasyid Rida, Hasan al-Banna, Sayyid Qutub, dan lain-lain.

 

 

Category:

Reviews

There are no reviews yet.

Be the first to review “DIALEKTIKA INTELEKTUAL MUSLIM NEO-MODERNIS DALAM RELASI ISLAM DENGAN PANCASILA, DEMOKRASI, DAN CIVIL SOCIETY”

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Shopping Cart